ALLAH TIDAK MEMBEBANI SIAPAPUN DILUAR KEMAMPUANNYA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Khutbah Khalifah tanggal 29 Mei 2009 di Mesjid Baitul Futuh, London

khalifah

لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا‌ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ‌ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَاْنَا‌ۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَه عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا‌‌ۚرَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِه‌ ۚ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Baginya ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya. Dan mereka berkata, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami berbuat salah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami tanggung jawab seperti Engkau telah bebankan atas orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau membebani kami apa yang kami tidak kuat menanggungnya; dan ma’afkanlah kami dan ampunilah kami serta kasihanilah kami kerana Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.” (Al Baqarah : 287)

Dipermulaan ayat ini Allah swt telah berfiman dengan jelas bahwa : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Jadi Allah swt tidak membebani hamba-hamba-Nya diluar batas kekuatannya atau kemampuannya. Perkataan wus’a (وُسْعَ) jika dipergunakan untuk manusia artinya kemampuan atau kekuatan yang sangat terbatas. Seperti jelas dari firman-Nya ini, لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya.  Jika perkataan wus’a (وُسْعَ) itu digunakan untuk Allah swt seperti didalam Khutbah yang lepas telah saya katakan Wasi’ adalah nama sifat Allah swt yang artinya kemampuan atau kekekuatan Tuhan sangat luas tanpa batas. Bahkan Tuhan adalah Jami’us sifaat artinya kumpulan semua sifat-sifat dan Pemilik semua kekuatan dan kemampuan. Ilmu-Nya, Kekuatan-Nya dan Kemampuan-Nya demikian luasnya sehingga tidak mempunyai batas. Tidak ada pertanyaan bagaimana ruang-lingkup kekuasaan-Nya. Untuk lebih jelas pengertian ayat ini akan saya kemukakan beberapa contoh berbagai masa’alah berdasarkan penjelasan-penjelasan Hazrat Masih Mau’ud a.s. didalam tulisan-tulisan beliau. Bahwa manusia yang berbeda-beda dari segi kekuatan dan kemampuannya itu telah terikat dengan ketentuan tersebut sebab Allah swt tidak mengeluarkan perintah atau hukum-hukum-Nya kepada manusia diluar batas kekuatan dan kemampuannya. Jadi, manusia wajib berusaha untuk mengamalkan perintah-perintah-Nya itu. Apabila orang mukmin berusaha mengamalkannya dia akan menjadi penerima nikmat-nikmat yang telah Dia janjikan. Itulah keunggulan Agama Islam bahwa hukum-hukum-nya telah ditetapkan sesuai dengan kekuatan dan kemampuan manusia, dan setiap orang diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai kemampuan dan kekuatannya itu sehingga dia akan menerima ganjaran bila dilaksanakan atau dia akan mendapat hukuman jika tidak dilaksanakannya. Dan Islam menampilkan peraturannya itu tidak bertentangan dengan akal manusia. Seperti umpamanya (orang-orang Kristen) menganggap mati (diatas palang salib) seorang Nabi yang maksum (suci tak berdosa) menjadi tebusan bagi orang-orang yang akan datang sampai hari Kiamat sekalipun terus-menerus melakukan kesalahan dan terus berbuat dosa, orang-orang yang malas melakukan ibadah kepada Allah swt sekalipun, mereka tidak mempunyai sebarang kekhawatiran sebab menurut keyakinan mereka Nabi yang maksum, Utusan Allah swt itu telah bersedia menerima maut yang dilaknat (diatas palang kayu salib). Sedangkan didalam Kitab Suci Alqur’an terdapat nasihat Allah swt yang sarat dengan kebijakan, bahwa hukum-hukum Allah swt telah ditetapkan sangat sesuai dengan kelemahan dan kemampuan manusia. Dan perbuatan amal saleh manusia-pun tidak menjadikannya suci bersih secara kesluruhan atau secara sempurna sekalipun berusaha untuk melakukannya. Sebab sebagaimana terdapat didalam Hadis Rasulullah saw bahwa Syaitan berjalan seperti darah mengalir didalam urat nadi manusia. Oleh sebab itu banyak sekali kesempatan timbul bagi manusia untuk berbuat dosa tanpa disengaja. Maka sebagai kewajibannya ia harus berusaha menyelamatkan diri dari padanya sambil banyak-banyak membaca istighfar dan berusaha untuk menjadi orang-orang baik dan soleh. Berusahalah untuk mengamalkan hukum-hukum yang telah Allah swt perintahkan mengamalkannya. Berusaha keraslah untuk menciptakan perobahan suci didalam diri pribadi, maka Allah swt Yang sangat luas rahmat dan kasih sayang-Nya dan sangat luas pengampunan-Nya itu akan sangat memperhatikan kalian dengan penuh kasih sayang. Demikianlah indahnya ajaran Alqur’an yang telah Dia berikan kepada kita. Untuk itu sama-sekali tidak diperlukan kaffarah atau tebusan.

Sabagaimana telah saya jelaskan sabda Hazrat Masih Mau’ud a.s. apa maksudnya  لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya”) itu dan sampai dimana ruang lingkup ayat ini dan sampai dimana wawasannya. Dalam suasana serta situasi bagaimana saja manusia dianggap tidak mampu melakukan kewajibannya dan sampai dimana ia patut dibebaskan dari tuntutan atau hukuman.

Pertama Allah swt tidak memberi kesulitan kepada siapapun diluar batas ilmu pengetahuannya. Sekalipun diketahui bahwa Allah swt tidak memberi beban kepada hamba-Nya diluar batas ilmu pengetahuannya nya namun demikian Allah swt menyruh membaca do’a ini:  رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًاwahai Tuhanku tambahlah ilmu padaku ! Do’a ini diajarkan Tuhan kepada Hazrat Muhammad saw. Beliau dianugerahi ilmu pengetahuan yang berlaku sampai Hari Qiyamat. Ketika wahyu Al Qur’an tengah turun kepada beliau, Tuhan tahu pasti ilmu dan ‘irfan apa yang akan diturunkan kepada beliau. Pada waktu itu Allah swt berfirman, janganlah berlaku ingin cepat sehubungan turunnya Alqur’an kepada engkau, melainkan panjatkanlah do’a ini : Wahai Tuhanku berilah kemajuan didalam ilmu pengetahuanku. Supaya lautan ilmu dan irfan yang Allah swt telah ciptakan didalam dada beliau saw terus meningkat semakin luas lagi. Sekalipun Alqur’an sudah lengkap turun kepada beliau, namun beliau teruskan memanjatkan do’a itu. Jadi betapa pentingnya do’a ini untuk dibaca secara dawam dan terus-menerus oleh orang-orang mukmin, karena sangat perlu sekali usaha meningkatkan wawasan pengetahuan mereka. Sehingga Hazrat Rasulullah saw memberi nasihat kepada orang-orang mukmin untuk mencari ilmu pengetahuan yang lebih luas sekalipun mereka harus pergi kenegeri China, yakni berjuanglah keras menuntut ilmu pengetahuan sampai akhir hayat kalian.

Memang Allah swt berfirman bahwa Dia tidak memberi kesusahan kepada siapapun. Yakni Allah swt tidak memberi sesuatu beban kepada siapapun diluar kemampuannya. Dan Dia tidak meminta pertanggungan jawab dari siapapun selama dia tidak bisa menciptakan kemampuan dan keterampilan untuk melaksanakan kewajiban itu. Namun disamping itu Dia memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar berusaha keras meningkatkan ilmu pengetahuan mereka dan sedapat mungkin menciptakan kemampauan pada diri mereka. Dan untuk itu mereka harus berusaha memanjatkan do’a sebanyak-banyaknya kepada Allah swt.

Salah satu macam ilmu pengetahuan yang harus dituntut adalah ilmu yang Allah swt anugerahkan kepada para Anbiya. Dan dari antara para Anbiya yang paling banyak dianugerahi ilmu pengetahuan adalah Hazrat Rasulullah saw. Namun demikian Allah swt telah mengajarkan do’a ini kepada beliau saw:  زِدْنِيْ عِلْمًا رَّبِّ (wahai Tuhanku tambahlah ilmu padaku!) Macam ilmu yang kedua adalah ilmu ruhani dan duniawi kedua-duanya juga harus dituntut dengan usaha keras dan rajin disertai dengan banyak-banyak memanjatkan do’a kepada Allah swt. Jika untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak diperlukan usaha keras dan rajin maka sabda Nabi Muhammad saw ini yakni, carilah ilmu walaupun harus pergi kenegeri China tidak mengandung arti apa-apa. Sedangkan untuk itu harus melakukan perjalanan sangat jauh. Akan tetapi didalam usaha  menuntut ilmu pengetahuan itu harus ada kemampuan, dan kemampuan itu tidak akan timbul tanpa pertolongan Allah swt. Oleh sebab itu Tuhan telah mengajarkan do’anya untuk itu. Dan manusia tidak boleh terlalu bertumpu kepada kemampuannya sendiri. Manusia harus meminta pertolongan kepada Allah swt sebanyak-banyaknya melalui do’a. Tentu manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan itu sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya. Untuk itu Allah swt telah menanamkan kemampuan dan kebolehan tersendiri didalam diri hamba-hamba-Nya secara berbeda-beda. Kadang-kadang sistim tarbiyyat kanak-kanak dan masyarakat sekitarpun sangat  mempengaruhi manusia dimasa menuntut ilmu. Oleh sebab itu Allah swt mengingatkan manusia agar berusaha keras menuntut ilmu pengetahuan sesuai kemampuan dan keterampilan masing-masing agar diperoleh kelapangan ilmu pengetahuan pada diri masing-masing. Allah swt telah menetapkan derajat bagi manusia sesuai tingkatan masing-masing. Tidaklah sama kewajiban menuntut ilmu terha-dap orang-orang yang mempunyai kemampuan intelligensianya rendah disebabkan kurangnya ilmu atau disebabkan adanya kelemahan mental secara alami, sebagaimana kewajiban terhadap orang-orang yang mempunyai kemampuan daya pikir dan intelligensia tinggi dan mempunyai sarana-sarana cukup.

Jelaslah bahwa disebabkan luasnya ilmu pengetahuan yang tanpa batas itu Allah swt mengetahui semua keadaan. Oleh sebab itu apabila Dia menyerahkan suatu tugas kepada seseorang Dia perhatikan betul bagaimana kemampuan hamba-Nya itu tentang sesuatu yang akan dilakukannya. Jika manusia tidak menggunakan anugerah Tuhan berupa kemampuan intelligensia dan sarana-sarana lainnya semaksimal mungkin untuk menuntut ilmu pengetahuan, padahal untuk menuntutnya telah diperintahkan Allah swt sebelumnya maka dia akan bertanggung jawab dihadapan Tuhan. Disini sesuai firman-Nya : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) dia tidak menggunakan bahkan mensia-siakan semua fasilitas yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Dan bagi orang yang menamakan dirinya muslim paling utama dia harus maju dalam ilmu pengetahuan agama dan dia harus berusaha untuk itu. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Seorang pencari kebenaran sapabila telah mencapai suatu kedudukan, sekali-kali ia jangan berhenti sampai disitu, jika tidak syaitan akan membawanya kearah lain. Dan sebagaimana air yang tergenang dia tidak bergerak dan tidak bertambah bahkan sebaliknya akan berkurang. Demikian juga orang mukmin yang tidak berusaha sepenuhnya untuk kemajuan ruhaninya maka kedudukannya akan jatuh. Maka kewajiban orang yang bernasib baik harus selalu berusaha mencari pengetahuan agama. Didunia ini tidak pernah ada orang ‘alim kamil dan mulia seperti Nabi Muhammad saw, namun demikian beliau selalu membaca do’a ini : رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا (wahai Tuhanku tambahlah ilmu padaku !) Dan siapakah yang merasa cukup dengan ilmu dan ma’rifatnya yang kamil lalu berhenti sampai disitu kemudian dia tidak menganggap perlu lagi untuk mendapat kemajuan lebih lanjut.

Jadi maksud dari pada : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) adalah dengan menggunakan semua kekuatan dan kemampuannya berusaha untuk menuntut ilmu pengetahuan dan jika kita terus menuntut ilmu pengetahuan maka kita akan bisa meraih keridhaan Allah swt sebab berkat kelapangan ilmu pengetahuan itu kita mengenal Allah swt dan hati kita bertambah runduk dihadapan-Nya. Dan daya kemampuan kita untuk mengenal Tuhan semakin meningkat. Dan disebabkan telah berhasil pengenalan terhadap Tuhan itu manusia semakin runduk dihadapan Allah swt. Sebagaimana Allah swt berfirman didalam Alqur’anul  Karim : اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَؤُا اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ‏ Artinya : Dari antara hamba-hamba Allah hanya mereka yang dilimpahi ilmu saja yang takut kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun (Al Fatir : 29)

Jadi, dengan bertambahnya ilmu pengetahuan timbullah rasa takut yang hakiki kepada Allah swt.

Yang dimaksud dengan ulama disini bukanlah mereka yang menamakan diri ulama yang sifatnya berang dan kasar, setelah memperoleh ilmu pengetahuan mereka berusaha untuk mengalahkan atau menguasai orang lain. Melainkan mereka yang dengan karunia Allah swt semakin ilmu mereka bertambah semakin dalam ma’rifat dan kecintaan mereka terhadap Tuhan. Mereka mempunyai kepahaman hakiki tentang Tuhan sehingga kearah mana mereka melayangkan pandangan disana mereka menjumpai Tuhan. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Kearah mana melayangkan pandangan disana kami nampak wajah Engkau !” Inilah arti dan pemahaman yang hakiki, seorang ‘alim apabila sudah paham ia semakin bersujud dihadapan Tuhan dan ia berjalan diatas Taqwa. Inilah arti dan pemahaman hakiki firman Tuhan :

لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”).

Masalah kedua, yang saya kutip dari penjelasan Hazrat Masih Mau’ud a.s. bahwa beliau bersabda :  لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) Allah swt menjelaskan bahwa Dia telah mempersembahkan akidah-Nya dan manusia telah diberi kekuatan dan kemampuan untuk memahaminya, supaya peraturan-peraturan-Nya atau hukum-hukum-Nya tidak menimbulkan kesulitan yang tidak dapat diatasi oleh manusia. Yakni hukum-hukum-Nya tidak ada diluar batas kekuatan dan kemampuan hamba-hamba-Nya. Didalam ayat sebelumnya tentang akidah dan keimanan orang-orang mukmin Allah swt berfirman : اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلَئِكَتِهِ وَكُـتُبِهِ وَرُسُلهِArtinya mereka beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Malaikat-Nya dan kepada Kitab-kitab-Nya dan kepada Rasul-rasul-Nya. Dan didalam ayat lain disebutkan mereka beriman kepada Hari Akhir juga. Tentang ini terdapat sebuah hadis juga yang diriwayatkan oleh Hazrat Umar r.a. katanya pada suatu ketika kami sedang duduk-duduk bersama Hazrat Rasulullah saw tiba-tiba seorang lelaki datang memakai pakain warna putih sekali. Dia duduk sambil merapatkan lututnya dengan lutut Rasulullah saw kemudian bertanya kepada Hazrat Rasulullah saw : Hai Muhammad (saw) apa yang disebut iman ? Nabi saw bersabda : Iman adalah kamu beriman kepada Allah, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, kepada Kitab-kitab-Nya kepada Rasul-rasul-Nya dan beriman kepada hari akhirat dan yakin kepada taqdir buruk dan baik. Perkara-perkara ini semua telah ditetapkan sesuai dengan kemampuan manusia dan tidak akan memberatkan yang tidak bisa dipikul. Jika fitrat seorang manusia baik dan ia tengah mencari Allah swt maka dengan melihat makhluk-makhluk-Nya yang ada diatas langit dan bumi keyakinannya akan meningkat. Sambil merenung betapa agung Nizam Semesta Alam karya Allah swt dan sambil melangkah diatas jalan yang telah Tuhan ajarkan manusia mulai merenungkan hakikat Malaikatullah, melihat dan merenungkan semua Alam Semesta bagaimana telah diciptakan dan bagaimana berjuta planet bergergerak diatas jalannya masing-masing didalam cosmos, sesudah itu orang mukmin memahami betul kedudukan para Malaikat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan mereka masing-masing. Kemudian dengan penuh perhatian mereka memperhatikan Kitab-kitab yang telah diturunkan kepada para Anbiya. Dan sebagaimana kita semua maklum bahwa Al Qur’an adalah Kitab paling sempurna yang mengoreksi kekeliruan yang terkandung didalam kitab-kitab lain sebelumnya dan ajaran-ajaran yang terkandung didalam kitab-kitab itu telah disempurnakan didalam Kitab Suci Alqur’an. Dan Alqur’an sendiri telah menegaskan tidak ada sebarang perobahan atau kekeliruan didalam Kitab Suci Alqur’an, dan memang tidak akan pernah terjadi demikian. Hal itu semuanya telah diumumkan oleh Allah swt demi memperkuat keimanan dan keyakinan orang-orang mukmin. Dan telah diumumkan dengan tegas bahwa didalam Alqur’an tidak terdapat sebarang perintah ataupun ajaran yang tidak sesuai dengan kekuatan atau kemampuan insani. Sebab dari sejak zaman Hazrat Rasulullah saw sampai sekarang beribu-ribu juta manusia telah membuktikan pelaksanaan ajaran-ajaran itu dengan baik tanpa ada keluhan atau keberatan. Kemudian beriman kepada Rasul-rasul. Jika suatu kaum atau bangsa mengingkari Rasul-rasul ini maka hal itu merupakan nasib buruk bagi kaum atau bangsa itu. Akan tetapi ajaran dan da’wah para Rasul itu tidak pernah membuat seseorang manusia merasa susah. Setiap Rasul yang datang selalu memberitahukan : “ Aku telah datang untuk mempertemukan kalian dengan Tuhan dan memberi ajaran yang membawa faedah bagi kalian. Dengan demikian aku tidak meminta sebarang balasan atau upah dari kalian. Upah atau ganjaran bagi-ku ada pada Tuhan. Kedatangan-ku bukan bermaksud untuk mendatangkan kesusahan bagi kalian melainkan semata-mata bagi kebaikan kalian semua. Oleh kerana itu yakinlah kalian kepada adanya Hari Akhirat dan hasilkanlah pembalasan dari Allah swt atas segala amal perbuatan baik kalian didunia ini. Agar kalian masuk kedalam Surga keridhaan-Nya.” Pembalasan amal baik juga akan diperoleh berdasarkan sangat luasnya rahmat Tuhan yang tak terbatas. Dan hukuman terhadap dosa terbatas kepada dosa yang dilakukan. Sedangkan ganjaran atas kebaikan diberikan sepuluh kali lipat ganda kebaikan itu, bahkan Allah swt memberi lebih banyak lagi dari itu hingga tidak terbatas banyaknya.

Jadi, ajaran yang disampaikan Allah swt kepada manusia didunia melalui para Anbiya-Nya sesuai dengan kekuatan dan kemampuan mereka. Jika kemampuan pada bangsa atau kaum sebelumnya terdapat kekurangan atau kelemahan maka Tuhan menyampaikan ajaran-Nya itu kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka diwaktu itu. Jika kecerdasan fikiran kaum-kaum sebelumnya lemah maka Allah swt menetapkan ajaran-Nya sesuai dengan kemampuan mereka itu. Saya telah mnceritakan sebuah peristiwa ketika Jibrail hadir disebuah Majlis dan diwaktu itu menceritakan Rukun Islam. Beliau bertanya Rukun Islam itu apa ? Hazrat Rasulullah saw menjawab dengan membaca kalimah syahadah : Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah, kedua shalat, ketiga puasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat dan ibadah Hajji ke Baitullah. Shalat adalah ibadah dan puasa juga adalah ibadah, perintah kedua ibadah ini tidak memberatkan siapapun, bahkan jika seseorang jatuh sakit, maka baginya diperbolehkan mengerjakan shalat sambil duduk atau sambil berbaring. Jika seseorang didalam perjalanan diizinkan baginya menjamak dan mengkasar shalatnya itu. Demikian juga tentang ibadah puasa, jika seseorang dalam keadaan musafir, maka diizinkan kepadanya untuk meninggalkan puasa itu namun ia harus menggantinya dihari lain setelah Ramadhan. Jika seseorang jatuh sakit diizinkan kepadanya untuk tidak berpuasa. Demikian juga kewajiban membayar zakat, diwajibkan hanya kepada mereka yang telah mencukupi nisab atau ukuran membayar zakat. Ibadah hajji juga diwajibkan kepada orang-orang yang mampu menyediakan sarana untuk biaya perjalanan dan dalam keadaan sehat dan keadaan aman. Pendeknya Allah swt menentukan hukum-hukumnya itu didalam batas jangkauan kekuatan dan kemampuan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana telah saya katakan, semua perintah atau hukum itu telah diamalkan oleh setiap tingkatan dari beribu-ribu juta orang beriman sejak dahulu kala. Sekalipun banyak juga yang tidak mengamalkan hukum atau perintah-perintah itu namun tidak sedikit jumlahnya bahkan beribu-ribu juta orang-orang beriman telah melaksanakannya bahkan terus menerus melaksanakannya sesuai dengan ketentuan waktu-waktunya.

Masalah ketiga yang dijelaskan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. bahwa, Allah swt berfirman : “Amal perbuatan Hazrat Rasulullah saw dan teladan beliau adalah uswah hasanah bagi kalian semua orang-orang beriman. Sebagaimana Allah swt berfirman : لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِىْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَة Artinya : Sesungguhnya kamu dapati suri teladan yang sebaik-baiknya dalam pribadi Rasulullah. (Ahzab : 22). Kita diperintah oleh Allah swt untuk mengikuti suri teladan Hazrat Rasulullah saw dalam mengamalkan semua hukum-hukum, dalam akhlaq, dalam ibadah kepada Allah swt dan dalam kehidupan sehari-hari. Jika Allah swt tidak memberi kekuatan didalam fitrat kita untuk meraih kamalaat (kesempurnaan) Hazrat Rasulullah saw secara bayangan maka tentu hukum atau perintah untuk mengkuti langkah Nabi yang mulia ini tidak akan diberikan Allah swt kepada kita sebab Allah swt tidak memberi kesulitan diluar batas kemampuan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana Tuhan sendiri berfirman : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) maka disini Dia berfirman : Ikutilah jejak langkah Nabi yang mulia ini !! Yang penjelasannya Hazrat Masih

Mau’ud a.s. bersabda : Kalian tidak akan bisa meraih martabat atau mutu secara sempurna yang telah dimiliki oleh Hazrat Rasulullah saw, melainkan kalin harus berusaha untuk mengamalkannya sesuai dengan kemampuan kalian masing-masing. Dan hal ini merupakan kewajiban setiap orang mukmin. Dan kemampuan serta kekuatan itu telah ditanamkan didalam fitrat orang-orang mukmin untuk mengamalkan kebaikan-kebaikan itu yang telah dcontohkan oleh Hazrat Rasulullah saw. Hanya dengan mengatakan begini: “Kerana aku tidak akan bisa mencapai martabah atau mutu seperti yang dimiliki oleh Rasululklah saw, maka aku tidak merasa perlu berusaha untuk itu.” Pikiran demikian tidak bisa dibenarkan, sebab orang-orang mukmin tidak bisa terlepas dari kewajiban-kewajiban yang telah diletakkan oleh Allah swt diatas pundak mereka. Dan didalam ummat telah dijelaskan bahwa beratus-ratus juta manusia telah berusaha menegakkan contoh uswah hasanah itu dan menampilkannya dihadapan masyarakat. Seorang mukmin biasa juga sesuai dengan kemampuannya bisa menegakkan dan menampilkan uswah hasanah (contoh-contoh baik) yang ditegakkan oleh Hazrat Rasulullah saw.

Perkara keempat tentang itu adalah, sesungguhnya Allah swt telah mengutus Hazrat Rasulullah saw untuk semua ummat manusia dan merupakan perintah kepada setiap orang untuk menerima ajaran yang telah beliau bawa itu. Dan sebagaimana telah saya jelaskan bahwa beriman kepada Allah swt dan kepada Rasul-Nya saw merupakan sarana untuk memperoleh najaat atau keselamatan dunia dan akhirat. Akan tetapi jika alasan tentang itu belum diberikan dengan dalil yang cukup kepada seseorang, maka Allah swt sama-sekali tidak memberatkan sesiapapun mengenai perkara apapun diluar batas kemampuannya. Oleh sebab itu seseorang tidak akan dikenakan sangsi atau hukuman sebelum ia menerima penjelasan sepenuhnya tentang itu. Sehubungan dengan itu Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa, jika dipandangan Tuhan orang itu belum cukup diberi penerangan secara sempurna, maka pada Hari Qiamat dia patut dima’afkan. Dan dipandangan Tuhan jika belum cukup diberi penerangan secara sempurna dan dia ingkar dan mendustakan utuasan Tuhan, walaupun menurut syari’at keadaan dia jelas sebagai orang kafir dan kita juga berdasarkan syari’at menganggap dia orang kafir maka disisi Tuhan berdasarkan ayat  لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) pada Hari Qiamat dia tidak patut ditangkap atau dihukum. Ya, kita tidak berani mengatakan bahwa sesuai dengan itu dia akan mendapat keselamatan pada hari pembalasan. Urusan sepenuhnya ada ditangan Tuhan, kita tidak bisa ikut campur dalam urusan itu. Disini kita harus ingat berkenaan dengan itu Hazrat Masih Mau’ud a.s. juga bersabda : “ Mengenai hal itu hanya Tuhan Yang mengetahui, apakah dipandangan Tuhan dalil-dalil secara akal dan secara nyata dan ajaran yang indah dan tanda-tanda samawi sudah atau belum sampai kepadanya secara sempurna, kita tidak mengetahui keadaan hati seseorang. Dan jika dari segi dalil-dalil telah disampaikan kepadanya dan telah diperlihatkan tanda-tanda sesuai dengan peraturan Allah swt yang sejak dahulu terus berjalan bahwa dalil-dalil harus diterangkan secara sempurna kepada manusia dan dalam hal ini Tuhan juga selalu memperlihatkan pertolongan dan dukungan terhadap Nabi-Nabi-Nya dengan Tanda-tanda-Nya, maka siapapun juga yang mengaku bahwa saya belum menerima penerangan secara sempurna, maka dia akan bertanggung jawab penuh dihadapan Allah swt atas penolakannya itu. Sebagai saksi yang bertanggung jawab atas pernyataannya itu adalah batang lehernya sendiri. Dan dialah yang bertanggung jawab terhadap pengakuannya itu padahal dalil akal dan keterangan secara nyata serta ajaran yang indah dan tanda-tanda samawi serta setiap jenis bimbingan telah diberikan kepadanya. Mengapa sampai sa’at itu dia mengatakan belum diterima penerangan secara komplit dan sempurna? Sekalipun tanpa penerangan yang jelas dan sempurna Allah swt tidak memberatkan siapapun. Akan tetapi para penentang Islam dan para penentang Ahmadiyah harus berfikir, apakah penolakan ini dilakukan bukan kerana tipuan diri mereka sendiri sambil mengatakan : “

Kami belum menerima penerangan secara sempurna dan jelas?” Disegenap penjuru dunia kini tengah terjadi berbagai macam bala bencana dan musibah serta kerusuhan-kerusuhan tengah berkecamuk dimana-mana, apakah itu semua bukan tanda-tanda yang turun dari Allah swt sebagai bukti nyata tentang turunnya seorang Imam Zaman ? Sedangkan da’wa seorang Imam Zaman juga sudah lama berkumandang diatas dunia ini.”

Perkara kelima, sehubungan dengan perkara diatas Allah swt tidak memaksa siapapun juga untuk mempercayai sesuatu yang bertentangan dengan akal. Itulah sebabnya Dia tidak menyatakannya sebagai orang yang dipaksa bertanggung jawab mengapa kamu tidak mau beriman. Perkataan hakeem terdapat diberbagai tempat didalam Alqur’an Karim. Artinya setiap perkataan mengandung penuh hikmah, Allah swt memerintah hamba-hamba-Nya dengan bijaksana untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya. Hukum apapun yang Dia turunkan penuh dengan penjelasan yang mengandungi hikmah. Bahkan tatkala Tuhan mengutus Hazrat Rasulullah saw kedunia dan pekerjaan-perkajaan yang khas bagi beliau untuk menyebarkan hikmahnya juga satu pekerjaan terpisah bagi beliau. Bahkan do’a yang diajarkan kepada Hazrat Nabi Ibrahim a.s. tentang martabah beliau yang akan datang, didalamnya juga telah ditetapkan hikmahnya secara khas. Apa yang dimaksud dengan hikmah (kebijaksanaan) itu? Yaitu, apabila hendak menjalankan keadilan, atau hendak menyempurnakan pengetahuan dan hendak mengemukakan rahasia setiap perkara, apabila perintah atau larangan telah ditetapkan, maka sebab-sebab dilaksanakan atau jangan dilaksanakan perintah itu harus dijelaskan sesuai dengan tuntutan akal manusia. Misalnya jika arak dan judi dilarang, sesuai dengan firman Tuhan sebagai berikut :

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ‌ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ کَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَاِثْمُهُمَآ اَکْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا

Artinya : Mereka bertanya kepada engkau tentang arak dan judi. Katakanlah, didalam keduanya mengandungi dosa dan kerugian besar bagi manusia, dan dosa keduanya serta kerugiannya lebih besar dari pada manfa’atnya.(Albaqarah : 220).

Mengapa minum arak dilarang? Sebab apabila manusia minum arak dan mabuk karenanya, maka ia tidak ingat lagi untuk menunaikan ibadah bahkan ia bisa merusak keamanan dan ketenteraman masyarakat. Dan telah ternyata dengan jelas buktinya bahwa apabila peminum arak selesai minum-minum arak itu beberapa cawan maka kesan dan akibatnya meradang keseluruh akal pikirannya. Itulah sebabnya minum arak telah dilarang oleh ajaran Islam. Demikianlah juga keadaan pemain-pemain judi. Pemain judi yang sudah keranjingan atau kecanduan dengan judi, akalnya menjadi sangat terganggu, dia lupa kepada ibadah, akalnya sudah tidak disinari lagi oleh kebenaran, ia berusaha menghasilkan wang dengan cara tidak halal. Ia membuang waktu dengan sia-sia. Ia tidak mau mengacuhkan kewajiban-kewajiban rumah tangganya. Akalnya tidak digunakan untuk memikirkan kebaikan, bahkan pikirannya selalu tertuju kearah minuman arak dan permainan judi yang menimbulkan berbagai jenis keburukan, sehingga tabi’atnya meradang dengan emosional sehingga ia merasa susah sekali menahan kemarahannya.

Akan tetapi dengan kadar sedikit saja alcohol dipergunakan juga didalam obat-obatan demi faedah manusia, dipergunakan untuk menyelamatkan jiwa manusia, misalnya dipergunakan untuk ramuan obat-obatan Homeuopathy dan untuk ramuan obat-obatan lainnya juga, kadarnya hanya sedikit saja sehingga tidak akan menimbulkan mabuk. Akan tetapi arak murni yang dipergunakan hanya untuk minum-minum sekalipun mikdarnya (quantity-nya) hanya sedikit bisa menimbulkan bahaya terhadap diri peminumnya. Lambat-laun adat-kebiasaannya itu semakin meningkat, sehingga peminum arak yang sudah terbiasa itu akan menanggung berbagai jenis bahaya penyakit mental maupun spiritual. Oleh sebab itu minum arak yang demikian walaupun kadarnya hanya sedikit telah dilarang oleh ajaran Islam.

Demikian juga didalam Islam terdapat perintah mengerjakan puasa wajib didalam bulan Ramadhan yang didalamnya telah dijelaskan hikmah-hikmahnya. Jika manusia berfikir, Allah swt memberi perintah shalat dan perintah puasa itu semata-mata demi faedah dan kebaikan manusia dan untuk menimbulkan kesehatan dan keselesaan manusia, selain untuk menunaikan ibadah kepada Allah swt. Perintah atau hukum untuk melaksanakan dan tidak melaksanakannya juga mengandung hikmah dan faedah-faedah tertentu bagi manusia, yang diperlukan bagi kelestarian hidup manusia yang sehat. Pendeknya didalam setiap hukum atau perintah Allah swt, menyuruh atau melarang seseorang mengerjakan sesuatu mengandungi hikmah bukan tanpa hikmah. Allah swt tidak menurunkan suatu syari’at diluar batas kemampuan seseorang untuk melaksanakannya. Sebagaimana firmannya :

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْکُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِه لِغَيْرِ اللّٰهِ‌ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلاَ عَادٍ فَلاۤ اِثْمَ عَلَيْهِ‌ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْم‏ٌ

Artinya : Sesungguhnya yang diharamkan bagi-mu hanya bangkai, darah dan daging babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain nama Allah. Tetapi, barangsiapa terpaksa, bukan melanggar peraturan dan tidak melampaui batas, maka tiada dosa atasnya. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al Baqarah : 174)

Terdapat perintah didalam ayat tersebut yang selaras dengan akal manusia, mengandung banyak hikmah dan dari segi menahan kesabaran juga sangat baik bagi manusia. Jika nyawa dalam keadaan bahaya kalian diperbolehkan menggunakan barang-barang haram itu namun hanya untuk menyelamatkan jiwa kalian, hanya untuk menyambung nafas kalian. Sedapat mungkin usahakanlah untuk menjauhkan diri dari barang haram itu. Kalian harus bisa membedakan antara barang-barang halal dengan barang-barang haram.

Perkara ketujuh yang harus diingat adalah hukum-hukum Allah swt ada didalam batas kemampuan dan kekuatan manusia. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Didalam ayat ini dengan jelas disebutkan bahwa hukum-hukum Allah swt tidaklah menyusahkan manusia dalam melaksanakannya. Dan tidak pula Allah swt menurunkan syari’at dan hukum-hukum-Nya didunia ini untuk menzahirkan kebesaran-Nya, kefasihan dan kelebihan atau kebanggaan kekuatan hukum-hukum-Nya dan sebagainya. Memang sejak awal telah ditetapkan demikian kedaannya bahwa, sampai dimana manusia yang lemah mampu melaksanakannya dan bisa mendatangkan faedah baginya. Jadi Allah swt menetapkan hukum-hukum-Nya bukan untuk menyusahkan manusia. Tengoklah bagaimana hukum-hukum-Nya telah Dia tetapkan dengan sangat bijaksana sehingga  manusia lemah dan tak berdaya-pun mampu melaksanakan hukum-hukum-Nya itu. Kebijakan Allah swt lebih dari itu dan Maha Suci dari pekerjaan yang sia-sia tak berguna.

Perkara kedelapan yang terkandung didalam ayat itu, syarat-syarat hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt adalah sesuai dengan keadaan akal fikiran, keadaan fisik, keadaan ruhani, pengetahuan dan kemampuan lingkungan manusia. Dan juga sesuai dengan tingkatan pengetahuan, tingkatan akal dan fisik, ruhani manusia dan sesuai tingkatan sosial lingkungan masing-masing. Dari segi peraturan pelaksanaan hukum-hukum Allah swt patut diadakan tuntutan. Dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah swt itu adalah wajib diatas setiap orang mukmin berdasarkan kemampuan masing-masing.

Terdapat riwayat didalam hadis, seorang telah datang dari sebuah kampung kepada Hazrat Rasulullah saw dan bertanya kepada beliau tentang Islam. Ya Rasulallah, apa Islam itu? Beliau jawab, sehari semalam lima kali mengerjakan shalat. Bertanya lagi, ya Rasulallah, adakah shalat wajib lain selain dari pada yang lima ini? Tidak ada. Tapi, jika engkau ingin mengerjakan shalat nafal engkau boleh melaksanakannya. Kemudian Hazrat Rasulullah saw bersabda, berpuasa satu bulan dibulan Ramadhan. Dia bertanya lagi, selain puasa wajib ini adakah lagi puasa wajib lain ? Jawab Rasulullah saw, tidak ada. Tapi, jika engkau ingin mengerjakan puasa nafal engkau boleh melaksanakannya. Demikian juga beliau menjelaskan tentang kewajiban membayar zakat. Orang itu bertanya lagi, ya Rasulallah selain itu adakah lagi kewajiban membayar zakat bagi saya? Beliau jawab : “ Tidak ada. Tapi, jika engkau ingin memberi sadqah kepada fakir miskin engkau boleh memberinya.” Setelah mendengar itu semua orang itu pergi sambil berkata : “ Demi Allah !! Saya akan lakukan semua ini, tidak akan saya kurangi dan tidak akan pula saya tambah.” Hazrat Rasulullah saw bersabda kepada para sahabah yang sedang duduk bersama beliau pada waktu itu : “ Jika orang ini berkata benar maka anggaplah dia telah berhasil dan berjaya.” Jadi setiap orang berbuat sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Hazrat Rasulullah saw selalu menganjurkan melakukan ibadah-ibadah nafal juga.

Perkara kesembilan adalah, semua hukum-hukum Alqur’anul Karim bisa diamalkan. Tidak ada sebuah hukumpun yang dirasakan beban oleh manusia. Sebagaimana dari segi uswah hasanah Hazrat Rasulullah saw bahwa mukmin hakiki selalu mengikuti jejak langkah beliau dan berusaha untuk melangkah diatas jalan yang beliau tegakkan sebagai teladan. Dan telah dikatakan oleh Hazrat Aisyah r.a. bahwa akhlaq dan kehidupan Hazrat Rasulullah saw adalah merupakan gambaran dari pada ajaran Al Qur’an begitu juga amal perbuatan beliau sehari-hari merupakan penjelasan dari Kitab Suci Alqur’an. Jadi, telah diperintahkan kepada setiap orang beriman untuk melaksanakannya sesuai dengan kelayakan dan kemampuan masing-masing. Dan ini merupakan pengakuan Allah swt bahwa Dia tidak memberi kesusahan tanpa sebab kepada siapapun dari antara orang-orang mukmin. Hukum-hukum apapun yang telah diterapkan tidak melampaui batas kemampuan orang-orang mukmin.

Perkara kesepuluh adalah, Allah swt memperlihatkan mimpi yang benar kepada hamba-hamba-Nya, supaya mereka bisa memahami benar ilham atau wahyu yang turun kepada para Anbiya. Jika wahyu yang benar tidak pernah diperlihatkan maka manusia akan menganggap dusta kepada da’wa para Anbiya itu. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Nabi yang datang kedunia, untuk memahami kenabiannya, memahami wahyu dan ilham-ilhamnya Allah swt telah menanamkan  daya kekuatan didalam fitrat setiap orang. Dan daya kekuatan itu adalah mimpi yang benar. Jika seseorang tidak pernah melihat mimpi yang benar maka bagaimana ia bisa mempercayai wahyu atau ilham juga perkara yang berharga. Dan oleh kerana sifat Allah swt ini : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”) maka materi mimpi yang benar telah disimpan didalam fitrat manusia. Sekalipun manusia pencuri, perampok dan pelacur juga bisa melihat mimpi-mimpi.

Perkara kesebelas tentang ayat itu adalah, masa kanak-kanak dan masa sebelum meningkat dewasa, adalah masa kealpaan khabar-khabar. Demikian juga orang-orang yang sakit jiwa dan kurang akal, mereka tidak melaksanakan hukum-hukum syari’at atau mereka tidak patuh ta’at, mereka tidak patut mendapat tuntutan hukum. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Masa permulaan kehidupan adalah masa kealpaan, Allah swt tidak akan menuntut sesuatu dari perbuatan yang dilakukan mereka pada masa itu. Sebagaimana Tuhan sendiri telah berfirman : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”).”

Perkara kedua belas adalah, Jika dalam masa kedewasaan yang penuh pengertian dan kecerdasan dan semua kekuatan dalam keadaan sehat tidak mengamalkan hukum-hukum Allah swt, maka hal ia akan dikenakan tuntutan. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Hanya satu masa yaitu masa muda-belia, masa kedewasaan, ketika seseorang manusia bisa berbuat sesuatu, sebab pada masa itu kemampuan dan kekuatan juga tengah tumbuh, itulah masa yang diliputi dengan nafsu amarah. Dan nafsu amarah itu melakukan serangan dari setiap penjuru dan dalam berbagai macam bentuk. Dan nafsu amarah bertujuan untuk menguasai akal manusia. Itulah masa dimana dilakukan tuntutan atas segala perbuatan manusia. Dan itulah masanya untuk menentukan khatimah bil khair (akhir kesudah yang baik) didalam semua amal perbuatan. Apabila manusia jatuh kedalam jurang keburukan, lalu dia tidak melakukan usaha keras untuk memperbaiki diri maka masa itu menjadi masa akhir yang membawa manusia kedalam jahannam dan membuat dia bernasib malang. Kecuali jika masa muda-belia itu dipergunakan dengan sangat baik dan dengan penuh berhati-hati maka dengan karunia Allah dan kasih-sayang-Nya mudah-mudahan masa itu menjadi khatam bil khair baginya. Jadi, sekalipun Allah swt tidak membebani sesuatu jiwa diluar batas kemampuannya, jika manusia tidak melaksanakan hukum-hukum-Nya sesuai dengan kemampuannya yang ada, sekalipun rahmat dan pengampunan Allah swt sangat luas namun dia tidak mengambil faedah dari padanya dan manusia memutuskan sendiri sesuai keinginannya dan dia membantah hukum-hukum Allah swt, maka Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Hal demikian menjadi sebab masuknya manusia kedalam jahannam.” Allah swt sendiri setelah berfirman :

لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya).”  dan diteruskan dengan firman-Nya :    لَهَا مَا كَسَبتْ  وَعَلَيْها ما كَتَسَبَتْ

artinya : Baginya ganjaran untuk kebaikan yang diusahakannya dan baginya hukuman untuk keburukan yang telah dia lakukan.” Untuk amal perbuatan baik dipergunakan perkataan  كَسَبَ yang artinya, dengan mudah dapat dilaksanakan, jika memang ada keinginan untuk itu, sebab kebaikan dilakukan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi disebabkan nasib malangnya itu, manusia sekalipun mempunyai kemampuan melakukan suatu kebaikan sebaliknya dia melakukan perbuatan yang buruk, tidak sesuai dengan fitrat manusia. Disebabkan menggunakan kekuatan akhlaqi tidak pada tempatnya manusia melangkah diatas jalan yang dianggapnya baik namun sesungguhnya tidak disukai oleh Allah swt. Dan dia merasa bahwa jalan itu mudah baginya. Namun tatkala ia terus-menerus melangkah diatas jalan perbuatan buruk dan dosa itu, barulah sadar bahwa ia sedang melangkah diatas jalan yang sangat menyusahkan dirinya. Hazrat Muslih Mau’ud r.a. menjelaskan suatu point tentang iktisab bahwa : “Amal buruk akan mendapat hukuman keburukan itu, kerana ia lakukan dengan sadar dan niyat untuk melakukannya. Dia tidak mau meninggalkan keburukan itu bahkan secara disengaja dilakukannya terus-menerus keburukan itu.” Allah swt tidak memikulkan suatu beban diatas pundak seseorang diluar batas kemampuannya. Dan tidak pula kepadanya diberi hukum-hukum yang menyusahkan. Melainkan Dia memberi perintah kepada manusia dengan penuh sayang dan pengampunan. Akan tetapi apabila seseorang terlibat didalam keburukan sehingga menimbulkan keberanian untuk terus-menerus berbuat keburukan itu maka kepadanya dijatuhkan hukuman berat. Oleh sebab itu Tuhan kita Yang Maha Penyayang telah mengajarkan do’a pada akhir ayat itu agar kita menaruh perhatian kearah amal perbuatan yang baik yang sesuai dengan fitrat dan untuk mengamalkannya ada didalam batas kemampuan manusia, sebagaimana Tuhan berfirman :

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَاْنَا‌ۚ رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَه عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا‌‌ۚرَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِه‌ ۚ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلٰنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami berbuat salah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami tanggung jawab seperti Engkau telah bebankan atas orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau membebani kami apa yang kami tidak kuat menanggungnya; dan ma’afkanlah kami dan ampunilah kami serta kasihanilah kami kerana Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.” (Al Baqarah : 287)  Maka do’a ini sangat perlu sekali untuk tazkiyahi nafs (pensucian jiwa) kita. Jadi apabila telah melakukan tazkiyahi nafs maka pengertian tentang ayat : لاَ يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا (“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya).”  akan betul-betul diperoleh dengan sebaik-baiknya dan manusia berdo’a dengan sangat merendahkan diri dihadapan Allah swt. Wahai Tuhan ! Janganlah Engkau menghukum kami disebabkan kami tidak melakukan amal-amal baik yang kami telah lupa untuk melaksanakannya. Janganlah Engkau berikan kepada kami seperti akibat buruk perbuatan mereka yang patut Engkau hukum. Perkataan : “ jangan memberi akibat buruk perbuatan mereka” bukanlah maksudnya kami pembuat kerusuhan atau pembuat pemberontakan yang melampaui batas. Atau kami bersifat acuh tak acuh terhadap hukum-hukum Tuhan. Melainkan disebabkan lupa atau lengah yang telah menjadi fitrat manusia, kami tidak mampu melakukannya. Oleh kerana itu jika kami telah lupa dan melakukan kesalahan, maka janganlah kami dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang pada zaman sekarang juga tengah melakukan perbuatan itu. Dan seorang mukmin memanjatkan do’a dengan sangat merendahkan diri dihadapan Allah swt : Wahai Tuhan janganlah Engkau hukum kami jika kami melakukan kesalahan tanpa disengaja, melainkan kami lakukan kerana telah terjadi salah paham pada kami. Dan janji yang telah Engkau ambil dari kami dan beban yang telah Engkau letakkan diatas kami, jangan disamakan keadaannya seperti kepada kaum sebelum kami. Bahkan berilah taufiq kepada kami untuk menyempurnakan janji-janji kami itu. Jika tidak kami juga akan termasuk golongan orang-orang yang sudah patut dihukum. Dan sekalipun Allah swt tidak membebani hamba-hamba-Nya diluar batas kemampuan dan kekuatan mereka, namun merupakan kwajiban orang mukmin dan orang-orang yang sungguh-sungguh telah beriman untuk menyatakan dengan sangat merendahkan diri memanjatkan do’a ini sambil mengutip firman-Nya : “ Wahai Tuhan janganlah aku dilibatkan kedalam sesuatu beban percobaan, melainkan perlakukanlah daku dengan kemurahan dan pengampunan Engkau. Selimutilah aku selalu dengan selimut maghfirah Engkau. Dan jadikanlah daku orang yang selalu mengambil bagian dalam kasih sayang Engkau. Taufiq yang telah Engkau berikan kepadaku untuk beriman, semoga aku tetap tegak diatas iman-ku. Dan semoga iman-ku terus-menerus meningkat. Kelemahan-kelemahanku jangan sampai membuat kesempatan bagi musuh untuk mensia-siakan imanku. Atau jangan sampai kerana kelemahan-kelemahanku itu mendatangkan kerugian terhadap Agama dan terhadap Jema’at.”

Kadangkala disebabkan kesalahan seseorang melibatkan Jema’at kedalam sebuah ujian atau percobaan yang merugikan. Oleh sebab itu saya dari segi Jema’at menghimbau setiap orang mukmin untuk saling mendo’akan satu sama lain. Supaya timbul kesan-kesan do’a itu secara menyeluruh. Dan supaya perhatian setiap anggauta Jema’at tercurah untuk memahami pentingnya mensucikan diri dan memikul tanggung jawab dan supaya Jema’at juga berdiri tegak diatas landasan yang kukuh kuat dan selamat dari setiap gangguan musuh yang ingin mencelakakannya. Semoga Allah swt memberi taufiq kepada kita untuk mengamalkan semua hukum-hukum-Nya disertai dengan segala kemampuan kita. Dan semoga Tuhan meningkatkan terus kemampuan dan kemajuan kita semua. Semoga Allah swt mengabulkan do’a-do’a kita. Amin tsumma Amin !!!

<< HB >>

5 Antworten to “ALLAH TIDAK MEMBEBANI SIAPAPUN DILUAR KEMAMPUANNYA”


  1. 1 rizki Juli 22, 2012 um 9:35 am

    Al-akh tolong dibetulkan, bukan ayat 287, tapi Al-Baqoroh ayat 286.

    @d3n
    Trims atas koreksinya, betul ayat 286 bila dibaca di Al-Qur’an terbitan yang tidak menghitung ayat bismillah sebagai ayat pertama, dan betul 287 bila dibaca pada Al-Qur’an yang menghitung ayat bismillah sebagai ayat pertama.

  2. 2 Andi März 14, 2015 um 9:37 am

    Surat al Baqoroh hanya sampai dengan 286

    @d3n
    terimakasih telah membaca
    betul Surat al Baqoroh hanya sampai dengan 286, jika yang dihitung sebagai ayam pertama ayat alif laam miim
    dan menjadi 287 jika ayat pertamanya dimulai dari bismillah

    kebetulan pada tulisan ini referensi al Quran diambil dari terbitan al Quran yang menjadikan bismillah sebagai ayat pertama.

  3. 3 miming Januar 4, 2016 um 10:53 pm

    Hahaha.. Kenapa ada yg menulis Al Baqoroh..?? apa artinya Al Baqoroh..??Tulisan yg betul adalah Al Baqarah.. Hati-hati.. Salah 1 huruf saja artinya bisa berubah..

  4. 4 @d3n Februar 7, 2016 um 11:28 pm

    terima kasih atas koreksinya.

  5. 5 Atikah Juli 14, 2018 um 10:33 am

    Izin share

    @den
    silahkan


Hinterlasse einen Kommentar

Diese Seite verwendet Akismet, um Spam zu reduzieren. Erfahre, wie deine Kommentardaten verarbeitet werden..




AYO BERBELANJA DI TOKO ONLINE KAMI:

Top-Klicks

  • Keine

Blog yang Saya Ikuti

Statistik Blog

  • 338.480 hit

IBX5A601C18C1153


Buletin BBPMSOH

Just another WordPress.com site